Mengenai Saya
Label
- Adat Karo (2)
- Download (3)
- Mandailing (5)
- Sejarah (12)
- Ulos (1)
Total Tayangan Halaman
Translate
Blog Archive
Aksara Batak Toba
Aksara Batak Toba
Induk Huruf
Sistem tradisi penulisan didalam bahasa Batak Toba diduga telah ada sejak abad ke-13,dengan aksara yang mungkin berasal dari aksara Jawa Kuna, melalui aksara Sumatera Kuna. Aksara ini bersifat silabis artinya tanda untuk menggambarkan satu suku kata/silaba atau silabis. Jumlah lambang /tanda itu sebanyak 19 buah huruf yang disebut juga induk huruf dan ditambah 7 jenis anak huruf.
Pada dasarnya huruf /ka/ tidak pernah ditemukan dalam bahasa Batak Toba, misalnya orang Batak Toba pada mulanya bila menyebutkan kopi adalah hopi, dan hoda [bukan kuda]. Tetapi sekarang ini orang Batak tidak lagi menyebutnya hopi melainkan kopi, itulah perubahan pelafalan dalam bahasa Batak Toba.
Catatan:
- Untuk menuliskan semua kata-kata asli bahasa Batak. Sebenarnya hanyalah dipergunakan aksara-aksara yang telah diperkenalkan itu. Tetapi karena pengaruh bahasa asing maka terpaksalah dibuat aksara-aksara yang lain untuk melengkapi aksara yang sudah ada itu, yaitu : wa, ka , ya, nya dan ca.
- Karena menulis garis yang agak melengkung jauh lebih mudah dan merasa senang dari pada membuat garis lurus, maka bentuk aksara-aksara Batak “Surat Barak” itu menjadi melengkung.
- Cara menulis aksara Batak sama saja dengan menulis huruf latin, yaitu dari kiri ke kanan.
- “Surat Batak” tidak mempunyai tanda baca seperti koma, titik koma dan lain sebagainya. Yang ada hanya tanda untuk menyatakan sebuah kalimat berakhir dengan bentuk seperti [ ]
- Pada surat Batak tak ada huruf besar atau kecil, sebab aksara Batak itu bentuknya sama.
Anak huruf, Hatadingan (-) “e”; dan hamisaran/paninggil (..-) “ng” berada pada induk huruf dan hamisaran/paninggil “ng” dapat melekat dengan anak huruf seperti haluaan (o), singkora (x) - Hamisaran; Paninggil “ng” selalu melekat pada anak huruf, seperti haluaan (o), singkora(x).
Anak Huruf
Anak huruf dalam aksara Batak Toba terdiri atas 7 buah yang dipergunakan untuk mengubah bunyi induk huruf, misalnya bunyi /i, u, o,e/ dan menambah bunyi /ng/ pada induk huruf tersebut . Perhatikan anak huruf di bawah ini.
- Haluaan (…. o)bunyi /i/, yakni mengubah bunyi induk huruf menjadi bunyi /i/.
- Haboruan atau haborotan (…>) bunyi /u/, yakni mengubah bunyi induk huruf menjadi bunyi /u/.
- Singkora atau siala (…x) bunyi /o/, yakni mengubah bunyi induk huruf menjadi bunyi /o/.
- Hatadingan (-…) bunyi /e/, yakni mengubah bunyi induk huruf menjadi bunyi /e/.
- Paninggil atau hamisaran bunyi /ng/, yakni menambah tanda garis di atas induk huruf sebelah kanan yang menjadi bunyi /ng/ atau tanda diakritis yang menutup suku kata dengan bunyi.
- Sikorjan (…=) bunyi /h/ yang terikat. Selain bunyi “h” yang dapat berdiri sendiri ada juga bunyi “h”. yang terikat kepada induk huruf (ina ni surat). Dahulu kala dalam pustaha Batak tidak mengenal huruf “h” yang terikat, akan tetapi mengenal huruf “h” yang bebas (tidak terikat) pada ina ni surat (induk huruf). Tanda huruf “h” (sikorjan) yakni membubuhi tanda garis dua diatas induk huruf agak ke sebelah kanan, yang pada akhirnya berbunyi /h/.
- Pangolat (\), merupakan garis miring berfungsi untuk merubah bunyi vokal menjadi bunyi konsonan atau tanda diakritis yang menghilangkan bunyi dari huruf induk pada akhir suku kata.
- Untuk pemenggalan di akhir kata, dipakai tanda kurung tutup misalnya tanda [ ) ].
- Untuk mengakhiri kalimat dipergunakan tanda kembang [ ]
- Semua aksara ditulis di bawah garis dengan tujuan agar kelihatannya rapi dan mudah ditulis. Huruf besar dan huruf kecil tidak ada perbedaan.
- Kata dalam aksara Batak ditulis tanpa jarak, tidak mempunyai batas permisah antar kata.
- Untuk menulis aksara Batak ditulis agak melengkung sedikit (punggungnya agak bungkuk sedikit).
- Patik dohot poda ni surat Batak
(1) Ingkon jumolo do ina ni surat bahenon, misalnya morhamisaran “ng” ipe asa maranak; morhatadingan “e”; morhaboruan “o” morhauluan “i”; morhaboritan “u”.
(2) Ingkon jumolo do ina ni surat marhajoringan “h” (di Simalungun dohot Karo) ipe asa maranak; hatalingan “e” ; haboruan “o” hauluan “i”.
(3) Ingkon jumolo do ina na tu inana tongonon “manongan “, ipe asa mangihut anakna bahenon.
Ndang jadi tu anak ni surat ampe hamisaran i, ingkon tu ina ni surat do parjolo, ipe asa maranak, morhauluan manang morhaboruan.
PENGEMBANGAN AKSARA BATAK
Pada awalnya nenek moyang kita Siraja Batak mengukir aksara Batak untuk dapat menulis bahasa Batak, bukan untuk dapat menulis bahasa-bahasa yang lain. Barangkali pada waktu aksara Batak itu disingahon Siraja Batak, mereka tidak teipikir bahwa masih ada bahasa-bahasa yang lain selain bahasa daerah Batak.
Akan tetapi setelah Siraja Batak marpinompari, mereka menyebar ke desa na uwalu, barulah mereka tahu bahwa sebenarnya masih ada bahasa daerah selain bahasa Batak.
Hal ini setelah datangnya sibontar mata (bangsa asing), kemudian menyusul dengan perang Batak dan perang Padri, barulah terbuka mata para pendahulu kita bahwa sebetulnya masih banyak bahasa-bahasa yang mereka temui di luar Tano Batak.
Kemudian kita merdeka, maka semakin banyak pula pergaulan orang Batak dalam rangka mencari upaya-upaya peningkatan taraf hidup.
Mereka bisa sekolah di negeri masing-masing bahkan bisa di luar Tano Batak dan akhirnya bisa ke Batavia.
Pengetahuan kita semakin terbuka sehingga selain bahasa Indonesia masih banyak bahasa-bahasa daerah lain dibumi persada kita ini.
Kalau kita melihat bahasa daerah Sunda, Jawa, Bali dan lain-lain, aksara Batak itu hanya bisa menulis bahasa Indonesia selain bahasa Batak. Aksara Batak tidak bisa menulis bahasa Sunda, Jawa, Aceh, Bali dan sebagainya maupun bahasa-bahasa asing seperti bahasa Inggris, Perancis, Jerman.
Untuk mengantisipasi perkembangan zaman, sesuai dengan amanat GBHN, maka tokoh-tokoh masyarakat Batak melalui seminar pada tanggal 17 Juli 1988, telah mencoba mengembangkan aksara Batak dari 19 induk huruf menjadi 29 induk huruf.
Dengan demikian, maka bahasa Indonesia akan dapat dituliskan dengan aksara Batak.
Surat Batak yang di sepakati 17 Juli 1988 dikembangkan oleh masyarakat Batak Angkola-Sipirok-Padang Lawas-Mandailing-Toba-Toba-Dairi-Simalungun dan Batak Karo
……………. Akan di lanjutkan di topik berikutnya
Sumber : Berbagai Sumber
0 komentar:
Posting Komentar